Kelana Alam: Menikmati Senja dan Pagi di Wedi Ombo
“Satu-satunya cara untuk menghilangkan ketakutan
adalah dengan tetap berjalan".
Wedi Ombo, 3 April 2021
Di Minggu kedua itu, kita bersepakat untuk main ke
Umbul. Toh hanya ke Umbul, perjalanannya tidak terlalu jauh, jadi aku
mengiyakan ajakan itu. Sesampai di Umbul, pembicaraan malah menyeleweng pada
rencana pergi ke pantai.
"Ayo, Sabtu depan ke Pantai!" ajak seorang teman.
“Iya mumpung Jum'at-nya libur paskah.”
“Tapi berangkat pagi aja ya, jam 06.00 WIB, jangan ngaret lagi.”
Bla.. bla..
bla.. Kira-kira begitu tanggapan yang lain mengenai ajakan pergi ke Pantai.
Selanjutnya, pembahasan hanya terjadi secara sekilas
waktu pergantian shift. Belum ada pembicaraan serius perihal pantai tujuan.
Keesokannya, entah siapa yang memulai, tiba-tiba terbesit rencana untuk
ngecamp. Walaupun pantai tujuan belum juga ditentukan.
Rute pemikiran ngecamp:
umbul sebagai permulaan -> yuk ke pantai -> berangkat pagi - pulang petang? -> udah ngecamp aja sekalian!
Untuk memudahkan koordinasi, aku berinisiatif membuat
grup whatsapp. Kami membahas tentang barang yang harus disewa dan konsumsi
yang harus dibawa. Sehingga tersusun penanggungjawab sebagai berikut:
Betty, Ifa : sie perkap
Norma, Yuli : sie konsumsi
Diyan, Fal : sie akomodasi
Jujur, karena H-3 aku menyempatkan searching ramalan
cuaca, aku jadi takut ngecamp. Di ramalan cuaca tertulis Sabtu malam, 3 April
2021, di Gunung Kidul diprediksi akan terjadi badai petir terpencar. Apalagi
aku pernah lihat channel youtube dengan thumbnail "Terjebak badai di Ujung
Tebing" milik akun youtube "Senja dan Pagi". Sepertinya
diperlukan skill survival yang bagus deh buat menghadapi cuaca seperti itu,
kita kan masih abal-abal, pikirku.
Untuk mengendorkan niat teman-temanku, aku sempat
mengambil screenshoot dan mengirim ramalan cuaca ke grup. Aku sertakan pula dengan
pertanyaan "apakah mereka siap kehujanan?" dan jawaban salah satu
dari mereka adalah udan panas tedeng aling-aling libas (nggak peduli
hujan atau panas, pokoknya tetap gas).
Karena masih terbesit sedikit rasa takut, aku sampai
bikin pernyataan pribadi kaya gini "kalau kita dapat sewaan peralatan
berarti Allah beri ijin kita buat ngecamp" dan ternyata Allah beri ijin.
H-1 ngecamp peralatan masih tersedia buat disewa. Padahal itu kan libur
panjang, kenapa masih bisa sewa ya, entah antara harus bersyukur atau pasrah.
H-1 itu kita masih bingung menentukan pilihan antara pantai Midodaren atau Wedi
Ombo. Ah ya sudahlah, lihat saja besok.
Di hari H, aku dan mbak Betty ambil peralatan yang
disewa. 2 dome kapasitas 4 orang, 1 flysheet, 1 nesting, 1 kompor portable, dan
2 lampu tenda. Ternyata lumayan ribet juga ya bawanya kalau ditambah bawaan
pribadi. Semoga berangkat nggak kehujanan. Aamiin YRA.
Jam 12.00 WIB rombongan dari Solo sudah berkumpul di rumahku. Awalnya kita mau latihan mendirikan tenda, iya ini pertama kali kita akan mendirikan tenda, tetapi karena waktunya mepet kita tidak jadi latihan. Ya udah, nanti langsung praktik mendirikan tenda di Pantai saja. Aku, mbak Betty, Diyan, Fal, dan Nisa (peserta tambahan yang juga teman Fal)
berangkat jam 12.30 WIB dan janjian ketemu Yuli dan Norma di Tawangsari,
Sukoharjo. Setelah kurang dari 1 jam perjalanan kita sampai di Tawangsari,
tetapi Yuli dan Norma belum juga muncul hingga satu jam kemudian.
Kalau di flash back ONE HOURS LATER! ala-ala Sponge Bob
udah dapet scene kaya gini.
One hours later...
Falira menghabiskan beberapa potong roti.
Nisa menghabiskan seplastik es teh.
Betty sempet-sempetnya tidur siang di atas motor. Kok iso i lho..
Ifa - Diyan berhasil membeli 7 porsi nasi bungkus untuk makan malam di Pantai.
Pukul 14.45 WIB kita melanjutkan perjalanan. Rencana yang awalnya mau ngecamp di Pantai Midodaren akhirnya diubah ke Pantai Wedi Ombo dan aku yang awalnya memegang kemudi harus digantikan oleh mbak Betty biar cepet sampai. Ini semua demi mengejar sunset. Gilaaa, naik motor mereka ngebut banget. Ditambah hujan yang kadang deres, kadang gerimis, dan beruntungnya mendekati titik tujuan hujan sudah reda. Aku sampai berkali-kali teriak di jalan dan berdoa dalam hati biar sampai tujuan dengan selamat.
Pukul 16.30 WIB kita sudah sampai tujuan. Di parkiran,
kita diberi tau bapak-bapak supaya tidak mendirikan tenda di dekat bibir pantai
melainkan di camp area yang disediakan. Cuaca saat itu terang habis diguyur
hujan. Pantai Wediombo menyambut kita dengan riasan yang tidak terlalu mewah
tapi tetap cantik. Senja sudah sedikit menampakkan diri di ufuk sebelah barat.
Kita segera membangun tenda dan bergantian shalat Ashar. Disebelah kita juga
ada mbak-mbak yang bangun tenda. Sore itu, baru rombongan kita dan rombongan
mbak-mbak itu yang bangun tenda. Eh ada satu lagi, rombongan mas-mas yang
tendanya direlokasi karena mereka mendirikan tenda di dekat bibir pantai.
Petang segera datang dan kita segera menggelar
flysheet di depan tenda sambil mempersiapkan makan malam. Makan malam kali ini
ditemani dengan redupnya lampu tenda dan suara deburan ombak.
Takdir yang membawa kita untuk ngecamp di Pantai Wedi
Ombo membuatku merasa tenang. Pasalnya, di Pantai Wedi Ombo relatif aman untuk
ngecamp. Ditambah adanya kantor Tim SAR disamping camp area yang semakin
membuatku merasa aman.
Semakin malam, suasana semakin ramai. Tenda sebelah
kita yang diisi mas-mas Ambon Manise membuat api unggun sembari main gitar dan
bernyanyi.
"Untung kita nggak jadi bawa gitar ya. Kalau iya kita kalah telak." Ucapku.
Teman-teman sepakat. Memang iringan gitar dan suara mereka sangat bagus. Lumayan lah, ada live music di pinggiran pantai. Kita mendengarkan alunan musiknya sambil menyeduh kopi dan menggoreng nugget. Tidak lupa pula ngobrol ngalor-ngidul yang ujung-ujungnya pasti ghibah. Astagfirullah, padahal mas-mas di sebelah tadi selain nyanyi lagu pop juga nyanyi lagu rohani ditambah pula dengan doa-doa yang khusyuk. Fix, kita kalah religius.
Angin pantai semakin dingin menerpa tubuh, ombak
tampaknya juga semakin bersemangat membenturkan dirinya ke batu karang.
Suaranya nyaring tidak membuat keributan. Siapa sih yang mau ribut dengan alam?
Wkwk.
Pukul 22.00 WIB, kita masuk tenda kecuali Fal dan Nisa
yang masih betah diluar. Aku setenda dengan Diyan, Fal, dan Nisa. Sedangkan
Yuli, Norma, dan mbak Betty di tenda sebelah. Malam sekitar jam 23.00 WIB hanya
terjadi hujan ringan alias hujan gerimis. Alhamdulillah, ramalan cuaca
"hujan badai petir terpencar" tidak benar-benar terjadi. Aku bisa
tidur tanpa dihinggapi ketakutan.
Kata kebanyakan orang "bangun pagi di alam adalah
sebuah keniscayaan". Tapi berbeda dengan kita, jam 04.30 WIB kita sudah
bangun. Selepas cuci muka dan shalat Subuh, kita memasak roti bakar untuk
sarapan. Langit masih terlihat putih pucat. Sekitar pukul 05.30 WIB langit
mulai berwarna keorenan, momen sunrise sedang berlangsung, ditambah pula bonus
pelangi di tengah warna oranye itu. Wah cantik sekali.
Aku, mbak Betty, dan Yuli menyempatkan jalan-jalan menyusuri garis pantai ke arah laguna. Kita memanjat bebatuan tersebut dan melihat pantai yang sangat luas dari atas batu. Di bebatuan itu, kita bisa bertemu dengan penghuni lautan salah satunya kepiting mini.
Pukul 08.30 WIB, kita mulai membersihkan diri lalu memasak mie untuk sarapan. Pantai menjadi begitu panas setelah kita selesai mandi dan wisatawan juga semakin banyak yang berdatangan. Ada untungnya juga bermain air di pagi hari, setidaknya tidak bikin kulit terbakar. Selepas sarapan dan hitung-hitungan, kita segera membereskan tenda. Ngomong-ngomong ngecamp dipantai sehari-semalam plus konsumsi-akomodasi-kamar mandi ini hanya bermodal kurang dari Rp. 100.000,-
Saat membereskan tenda, masalah mulai muncul. Kantong pasak hilang satu, padahal di dalam kantong pasak tersebut ada pasak yang tidak terpakai sebanyak 6 buah. Pencarian tersebut lumayan memakan waktu, barangkali sekitar 15-20 menitan. Akhirnya kantong pasak tersebut ditemukan di dalam tenda yang sudah terlipat rapi.
Biar ada sebuah kebijakan dalam penutupan kisah
petualangan, perkenankan aku menutup dengan kalimat yang semoga bijak. Hehe.
"Kita tidak tahu kapan alam menjadi liar. Tugas manusia hanyalah untuk pandai menakar: semua hal, untuk tidak melebihi batas wajar."
Ifasm
Comments
Post a Comment